Hal itu diungkapkan Kepala Kejari Cianjur HJJ Budi Prastio. Dia mengatakan, penanganan kasus dugaan korupsi di PN Cianjur masih menunggu kesaksian dari Ketua PN Cianjur Tjutjut Atmadjaya. Meski demikian, lanjut Budi, pemeriksaan saksi-saksi hingga kini mulai rampung.
”Kami tinggal menunggu kesaksian dari ketua PN Cianjur. Untuk lebih jelasnya, silakan menghubungi PN,” kata Budi saat dihubungi SINDO,kemarin. Budi juga mengaku, untuk melakukan pemeriksaan terhadap ketua PN, secara prosedur pihaknya harus mendapatkan surat dari Mahkamah Agung (MA). Namun, lanjutnya, hingga kini pihaknya masih menunggu surat tersebut.
”Nantinya apakah kasus ini akan dilimpahkan ke PN Cianjur atau ke Pengadilan Tinggi Bandung, kita lihat perkembangannya nanti,”ucapnya singkat. Hal senada juga diungkapkan Kasi Intel Kejari Cianjur Fransiskus Pakpahan. Dia mengatakan, penanganan kasus dugaan korupsi di PN Cianjur hingga kini masih terus dilakukan, terutama pemeriksaan sejumlah saksi-saksi.
Meski begitu, kata dia, untuk melakukan pemeriksaan terhadap ketua PN Cianjur, harus mendapatkan izin dari MA. Sementara itu, Kepala Humas PN Cianjur Item mengonfirmasikan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi di PN Cianjur hanya menunggu kesaksian ketua PN.
Dia mengatakan, saat ini Ketua PN Tjutjut Atmadjaya telah nonaktif dan dalam proses mutasi ke Mataram. ”Memang hingga kini, pihak kejari belum melakukan pemeriksaan terhadap ketua PN untuk dimintai keterangan karena secara prosedur pemeriksaan terhadap ketua PN harus mendapatkan surat dari MA. Namun, hingga kini surat izin pemeriksaan tersebut belum ada,” sebut Item,kemarin.
Item mengungkapkan, pemeriksaan kasus dugaan korupsi tersebut tidak hanya dilakukan pihak Kejari Cianjur, tapi juga melibatkan tiga institusi. ”Pemeriksaan dilakukan oleh pihak kejari dan MA. Selain itu, dari lingkungan internal pengadilan sendiri pun kami terus lakukan pemeriksaan,”jelasnya.
Seperti pernah diberitakan SINDO sebelumnya, terkuaknya kasus dugaan korupsi di PN Cianjur terjadi pada proyek rehabilitasi gedung kantor untuk ruang tahanan wanita dan anakanak, serta ruang arsip senilai Rp736 juta pada tahun anggaran (TA) 2006.Program itu dinilai tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB). Seharusnya, rehabilitasi bangunan tersebut dilakukan seluas 320 meter persegi.
Sumber : Benny Bastiandi - Koran Sindo
0 komentar
Posting Komentar