KUNJUNGI WEBSITE RESMI CIANJUR NEWS (CN) DI WWW.CIANJURNEWS.COMIIKUTI DIKLAT BLOG UNTUK GURU YANG DILAKSANAKAN OLEH WSI KERJASAMA TELKOM DAN CBC, BERTEMPAT DI PT. TELKOM CIANJUR MULAI TANGGAL 6 APRIL S.D 28 MEI 2008 ,PENDAFTARAN GRATIS, DAFTAR KE : SMK ISLAMIYAH SAYANG JL. PROF. MOH YAMIN NO. 110 SAYANG CIANJUR KONTAK PERSON : 08156309231

Carut Marut Pengelolaan TKI Cianjur

Diposting oleh Asep Moh. Muhsin | 15.09 | | 0 komentar »

CianjurNEWS(9/1) URUSAN Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kab, Cianjur masih saja amburadul. Warga Cianjur yang berangkat dan pulang seusai menjadi buruh migran tidak terorganisir. Pun selalu bergulir ekses yang mengancam keselamatan para pahlawan devisa ini. Padahal payung hukum atas per-TKI-an relatif purna. Bukan saja Undang-undang No. 39/2004 dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 6/2006, Cianjur sendiri memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 15/2002 Tentang Perlindungan TKI Kab. Cianjur ke Luar Negeri.

Entah sejauhmana regulasi tersebut terutama Perda No. 15/2002 berfungsi. Yang pasti belum ada mekanisme yang terbangun secara mapan menyangkut per-TKI - an ini. Padahal Cianjur salah satu lumbung TKI terbesar di Jabar. Sementara itu data yang terekam, korban Tenaga Kerja Wanita (TKW) Cianjur yang dianiaya, tidak digaji bertahun - tahun, dan aneka bentuk penderitaan lainnya kerap dialami para pencari rizki di negeri orang ini.

Sebut saja kasus terbaru, Mia (29), warga Cisalak, Kec. Cibeber, ia meninggal dunia di RS Cianjur, diduga akibat dianiaya majikannya di Arab Saudi. Pun Rini (32), warga Desa Ramasari, Kec. Bojongpicung, hingga sekarang misterius di Arab Saudi, sebagaimana dilaporkan Divisi Advokasi & Hukum Lembaga Bantuan Hukum Cianjur .

Nurdin Hidayatullah, pemerhati buruh migran, menyebutkan, regulasi yang ada terutama Perda No. 15/2002 belum terwujud pada realitas per-TKI-an di Cianjur. Keharusan Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) mengantongi rekomendasi bupati sebagaimana Perda No. 15/2002, misalnya, kata Nurdin, masih jauh dari harapan. Sepengetahuannya dari sekian banyak PJTKI yang beroperasi, hanya 4 atau 5 PJTKI yang mengantongi rekomendasi bupati.

“Sebagian besar PJTKI liar. Begitu pun keharusan memiliki rekomendasi dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Kependudukan dan Catatan Sipil (DSTKKCS) bagi calon TKI untuk pengurusan paspor tidak oftimal. Jauh lebih banyak calon TKI yang tidak menggubrisnya. Akibatnya per-TKI-an tetap saja amburadul alias carut-marut,” sesal Nurdin.

Sejatinya terbitnya Perda No. 15/2002, ungkap Nurdin, untuk melindungi migran worker asal Cianjur. Mulai dari keberangkatan, masa penempatan dan kepulangan ditata sedemikian rupa. Pun menyangkut PJTKI yang beroperasi di Cianjur diatur agar tertib. Maklum saja Cianjur sebagai salah satu lumbung TKI terbesar di Jabar menjadi “sorga” bagi para PJTKI. Membludak warga Cianjur yang berkeinginan mengais rezeki di negeri deungeun-deungeun.

Kendati selalu muncul ekses, lanjut Nurdin, animo masyarakat menjadi TKI tetap meninggi. Karena fakta membuktikan, banyak orang berhasil meningkatkan tarap kehidupan ekonominya seusai menjalani buruh migran. Oleh karena itu ia menilai, sektor buruh migran merupakan terobosan untuk mendongkrak Indek Pembangunan Manusia (IPM) di bidang daya beli atau ekonomi.

Tentu beralasan ketika Nurdin menganggap buruh migran mampu mendongkrak ekonomi masyarakat secara signifikan. Sebab sebagaimana penelitiannya tiga tahun lalu, sedikitnya Rp 169 milyar dalam setahun uang yang dikirimkan para TKI ke sejumlah bank di Cianjur untuk keluarganya. “Sekarang saya yakin jauh lebih besar lagi, dan sejauhmana besaran uang yang masuk ke Cianjur dari sektor buruh migran ini bisa dijadikan indikator adanya perbaikan ekonomi,” ujarnya.

Permasalahannya kemudian, paparnya, adakah political will atau kemauan politik dari penguasa Cianjur untuk membangun mekanisme per-TKI-an secara mapan yang diindahkan semua pihak. Ia sendiri menggagas, sebagai bagian dari mekanisme tersebut yakni dengan diadakannya TKI center. TKI center ini berfungsi untuk mengurusi legalitas, pemberian resep - resep perlindungan diri saat di luar negeri, bekal keterampilan, medical, asuransi, dan sebagainya.

Pada TKI center ini juga petugas instansi terkait terintegrasi, termasuk petugas dari PJTKI pemilik job order. Bahkan bila perlu pemberangkatannya pun per periode tertentu layaknya memberangkatkan jemaah haji. “Tak ada masalah. Mencari nafkah di negeri orang pun sama ibadah, dan ini salah satu esensi dari pembangunan masyarakat ber-akhlakul karimah,” yakin Nurdin.

Tingginya animo masyarakat Cianjur menjadi TKI ibarat magnit bagi PJTKI. Menurut Agum Geo Abdurachman, Ketua Asosiasi Pelayanan Jasa Tenaga Kerja Cianjur (Apjatic), sedikitnya ada 38 PJTKI yang beroperasi di Cianjur. Tapi dari jumlah ini hanya 12 perusahaan yang memiliki kantor cabang resmi di Cianjur.

Perusahaan yang mayoritas berkantor di Ibu Kota Jakarta ini beroperasi melalui kaki tangannya, petugas lapangan dan perseorangan yang lajim disebut sponsor. “Bedanya petugas lapangan itu mengantongi mandat dari perusahaan, sedangkan sponsor tidak,” jawab Agum.

Justru keberadaan sponsor inilah yang merentankan hak – hak calon TKI. Mereka ini merekrut calon TKI, kemudian menjualnya ke PJTKI, habis perkara. Prilakunya cenderung melabrak aturan negara termasuk keselamatan atau hak-hak calon TKI. Oleh karena itulah berdasarkan Inpres No. 6/2006 sponsor harus dihapuskan. “Bahkan berdasarkan UU No. 39/2004 sponsor ini bisa dipenjarakan,” tegas Agum, yang juga Kepala Kantor Cabang PT Bantal Perkasa Sejahtera Cianjur.

Diakuinya per-TKI-an di Cianjur masih semrawut akibat ulah sponsor ini. Tetapi, pihaknya melalui Apjatic akan mensosialisasikannya kepada masyarakat, sesama PJTKI agar tidak menggubris sponsor. Begitu pun kepada penegak hukum agar menindak tegas sponsor. Karena akibat ulah sponsor inilah per-TKI-an di Cianjur jadi coreng-moreng. .

Memang ia sendiri menilai, regulasi per-TKI-an relatif

purna. Inpres No. 6/2006, misalnya, tidak sebatas penghapusan sponsor. Namun regulasi ini mewajibkan pemberian pelayanan secara oftimal kepada calon TKI, di antaranya pemberian fasilitas kredit bagi para calon TKI. Sebelumnya yang namanya kredit bank selalu menafikan sektor usaha jasa TKI.

Hanya saja, imbuh Agum, pada buruh migran ini hendaknya ada pergeseran sasaran kerja dari semula sektor informal, seperti Pembantu Rumah Tangga (PRT) pada individu, menjadi sektor formal. Sektor formal ini artinya bekerja pada badan usaha resmi dengan jenis pekerjaan relatif lebih baik, misalnya, pertukangan, perawat di rumah sakit, pabrikan, perhotelan, dan sebagainya.

“Perusahaan saya sendiri dalam waktu dekat ini akan memberangkatkan 80 calon TKI ke Malaysia yang bekerja di sektor formal pertukangan. Untuk keberangkatannya ini para calon TKI difasilitasi kredit bank,” pungkas Agum.

Sebagaimana pengaamatan, di saat sulitnya lapangan kerja di Cianjur buruh migran menjadi salah satu pilihan. Terlebih untuk sekedar menjadi PRT alias babu bagi wanita tidaklah sulit. Karena menjadi PRT tidak memerlukan keterampilan ekstra apalagi pendidikan tinggi. Cukup berbadan sehat dan energik. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau saat ini banyak wanita Cianjur terutama yang berasal dari pelosok pedesaan bermukim di negeri orang terutama di negara Timur Tengah menjadi PRT. (PK-4)

CARUT - marutnya per –TKI – an di kabupaten Cianjur dinilai Kasie Perluasan Kerja (Pentakerja) Dinas Sosial Tenaga Kerja Kependudukan & Catatan Sipil (DSTKKCS) Drs. Ahmad Ubaidilah, lantaran ulah sponsor. Mereka merayu – rayu dan mendorong para calon TKI untuk mengambil jalan pintas, menerabas aturan perundang-undangan.

“Akibat ulah sponsor ini kami selalu dilangkahi. Namun di saat ada permasalahan dengan TKI di luar negeri kami lah yang pertama dimintai pertanggungjawaban. Ini kan rumit jadinya,” kata Ubay, panggilan akrabnya.

Di Cianjur, sebut Ubay, ada ribuan sponsor yang merangsek ke desa – desa merekrut calon TKI. Mereka beroperasi terutama pada wilayah yang dianggap kantong TKI, seperti Kec. Cibeber, Pagelaran, Sukanagara, dan Bojongpicung. Nahasnya jika mendapatkan calon TKI sponsor ini langsung memboyongnya ke PJTKI di Jakarta yang menjadi langganannya. Aturan main dengan aparat setempat tidak digubrisnya, seperti keharusan mendapatkan rekomendasi DSTKKCS sebagai bekal pengurusan paspor.

Informasi yang diperolehnya saat ini warga Cianjur yang menjadi buruh migran di berbagai negara antara 13.000 – 15.000 orang. Namun diyakini pada kenyataannya lebih banyak lagi. Karena banyaknya TKI yang “loncat pagar” atau tidak membereskan administrasinya melalui instansi setempat. “Pada kenyataannya bisa mencapai 25.000 warga Cianjur yang kini menjadi TKI,” ujarnya.Bahkan pada dekade 1996 ke sana lebih tragis lagi. Dari puluhan ribu warga Cianjur yang menjadi TKI 90% tidak terdaftar di kantornya.

Diakuinya, sponsor bisa dipidanakan sebagaimana UU No. 39/2004. Tetapi sebelum melangkah pada penegakan hukum pihaknya akan melakukan pembinaan atau pencerahan kepada para sponsor agar mereka mentaati rambu - rambu sebagaimana mestinya dalam merekrut calon TKI. Termasuk mengubah statusnya dari semula sponsor menjadi petugas lapangan PJTKI.

Untuk keperluan pembinaan ini pihaknya pun meminta kantor kecamatan mendaftarkan nama - nama sponsor yang ada di wilayahnya. Sayangnya dari 30 kecamatan yang ada baru beberapa kecamatan yang telah mengirimkan nama – nama sponsornya, seperti Cibeber, Kadupandak, Pagelaran, Warungkondang, dan Cilaku. “Ada satu desa yang sponsornya mencapai 20 orang,” sebutnya.

Diakuinya buruh migran menjadi sektor yang menggiurkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini bisa diindikasikan dari besaran uang yang masuk ke Cianjur transperan dari TKI yang tengah bekerja di luar negeri. Data yang diterimanya saat ini Rp 5 milyar sampai Rp 6 milyar setiap minggunya uang dikirimkan TKI kepada keluarganya di Cianjur. “Ini potensi ekonomi yang luas biasa ,” tegasnya.

Menurutnya, saat ini diwajibkan setiap calon TKI memiliki rekomendasi dari DSTKKCS sebagai bekal mendapatkan paspor. Para calon TKI pun telah banyak yang melaksakannya. Namun diyakininya jauh lebih banyak calon TKI yang tidak menggubrisnya akibat ulah para sponsor itu.

Padahal bukan hanya sebatas pengurusan paspor, sejak awal seharusnya calon TKI mendaftarkan diri ke DSTKKCS. Kemudian oleh DSTKKCS disalurkan kepada PJTKI. Karena dinas ini mengetahui berapa kuota Cianjur dan PJTKI mana saja yang memiliki job order di Cianjur. “Tapi memang sulit, ini menyangkut kesadaran masyarakat, sekaligus sebagai buntut ulah sponsor” pungkasnya. (K-4)


Sumber : Jurnalika

0 komentar