CianjurNEWS(16/2)Sebanyak 99% perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri (PN) Cianjur, diwarnai dengan mafia peradilan. Namun demikian, mafia peradilan yang terjadi sangat sulit dibuktikan karena sangat minimnya bukti. Hal itu diungkapkan Humas PN Cianjur, Itong, saat menggelar jumpa pers di Bale Prayoga Pemkab Cianjur, Jumat (15/2).
Menurut Itong, motif terjadinya mafia peradilan tersebut sangat banyak, namun sulit dibuktikan. "Kondisi seperti ini membuat kepercayaan terhadap penegakan hukum menjadi menurun, tapi kondisinya memang seperti itu. Sayangnya, mafia peradilan itu terjadi dan sulit untuk dibuktikan," aku Itong.
Dikatakannya, selama 2007, PN Cianjur berhasil menyidangkan sedikitnya 636 berbagai kasus. Dari jumlah tersebut, 70 kasus di antaranya masih belum selesai dan masih dalam menjalani proses persidangan. Sedangkan untuk kasus perdata jumlahnya hanya mencapai 32 kasus.
"Kalau dilihat jumlah kasus perdata yang masuk memang tidak idial untuk ukuran PN kelas IB, idealnya minimal 100 kasus per data," katanya.
Kendati sedikitnya kasus perdata yang masuk ke PN, pihaknya malah bersyukur karena beberapa kasus perdata yang masuk dan diputus, ternyata tidak banyak yang menguntungkan, baik penggugat maupun tergugat.
"Hanya teori kalau biaya pengadilan itu murah, kenyataannya tidak demikian. Kami malah berharap kalau ada masyarakat yang bersengketa tentang perdata, sebaiknya diselesaikan secara musyawarah mufakat karena kalau ke pengadilan prosesnya akan panjang dan belum tentu menguntungkan," paparnya.
Sumber : Bisri Musthofa-Galamedia
Menurut Itong, motif terjadinya mafia peradilan tersebut sangat banyak, namun sulit dibuktikan. "Kondisi seperti ini membuat kepercayaan terhadap penegakan hukum menjadi menurun, tapi kondisinya memang seperti itu. Sayangnya, mafia peradilan itu terjadi dan sulit untuk dibuktikan," aku Itong.
Dikatakannya, selama 2007, PN Cianjur berhasil menyidangkan sedikitnya 636 berbagai kasus. Dari jumlah tersebut, 70 kasus di antaranya masih belum selesai dan masih dalam menjalani proses persidangan. Sedangkan untuk kasus perdata jumlahnya hanya mencapai 32 kasus.
"Kalau dilihat jumlah kasus perdata yang masuk memang tidak idial untuk ukuran PN kelas IB, idealnya minimal 100 kasus per data," katanya.
Kendati sedikitnya kasus perdata yang masuk ke PN, pihaknya malah bersyukur karena beberapa kasus perdata yang masuk dan diputus, ternyata tidak banyak yang menguntungkan, baik penggugat maupun tergugat.
"Hanya teori kalau biaya pengadilan itu murah, kenyataannya tidak demikian. Kami malah berharap kalau ada masyarakat yang bersengketa tentang perdata, sebaiknya diselesaikan secara musyawarah mufakat karena kalau ke pengadilan prosesnya akan panjang dan belum tentu menguntungkan," paparnya.
Sumber : Bisri Musthofa-Galamedia
0 komentar
Posting Komentar